TAHTA ROYATIL QUR’AN (1) DAN (2)
Hingga hari ini,
kehidupan umat manusia terus dihadapkan dengan sejumlah kemelut dan persoalan
akibat ide dan isme menyesatkan yang dikemas dengan kata-kata indah dan
janji yang memukau, tapi ustadz Hasan Banna menyatakan: Da’wah kami terbebas
dari segala bentuk kepalsuan dan kebohongan. Da’wah kami dinaungi oleh
kebenaran yang agung, berdasarkan wahyu ilahi yang dipelihara sendiri oleh
Allah kebenarannya. Dan da’wah kami terbebas dari tamak dan ambisi pribadi dan
pengembannya adalah kaum yang berbakti dan berserah diri untuk mengembangkan
risalah ini.
SIKAP TERHADAP AL-QUR’AN
Sebagai aktivis
da’wah, sikap kita terhadap Al-Qur’an haruslah jelas. Kejelasan sikap kita
menjadi sangat penting, karena merupakan salah satu ukuran pokok dari keimanan
kita kepada Allah Swt. Sikap-sikap itu antara lain: meyakini dan memahami bahwa
Al-Qur’an merupakan kitab yang menjelaskan hukum-hukum Allah yang berkaitan
dengan halal dan haram, petunjuk menuju kebaikan dan kebahagiaan serta jalan
yang lurus. Karena itu, salah satu yang harus kita evaluasi adalah apakah kita
mau mentaati utusan-Nya, menghormati aturan-aturan-Nya, bersedia melaksanakan
hukum-hukum-Nya, menjunjung tinggi kitab-Nya dengan selalu menghalalkan apa
yang dihalalkan dan mengharamkan apa yang diharamkanNya. Ini semua menjadi
penting karena di hadapan kita terdapat tatanan kehidupan yang sama sekali jauh
dari ajaran Islam sebagaimana yang terdapat di dalam Al-Qur’an dan sunnah, baik
yang berkaitan dengan pribadi, keluarga, tatanan pemerintah, hubungan luar
negeri, undang-undang, pertahanan militer, ekonomi negara dan individu,
pendidikan, kebudayaan dan sebagainya.
Namun di sisi lain, masjid-masjid
yang megah dengan menara yang menjulang tinggi hanya dipenuhi oleh orang miskin
dan lanjut usia, mereka laksanakan shalat dengan kehampaan dan jauh dari khusyu
serta tidak memiliki arti hubungan
rohani yang mendalam, kecuali hanya sedikit orang yang mendapat petunjuk.
Begitu juga dengan bulan Ramadhan yang dijadikan sebagai pesta pengangguran dan
kemalasan yang di malam harinya menjadi pesta makan dan minum. Sedikit kita
dapati orang yang menjadikan Ramadhan sebagai bulan untuk membersihkan jiwa
dengan menghayati makna yang hakiki. Atas semua ini, Ustadz Hasan Al Banna
menyatakan: “Apakah hanya demikian pelaksanaan ajaran Islam yang dikehendaki
Allah sebagai rahmat dan anugerah. Dan apakah hanya demikian syari’at yang
dibawa Al-Qur’an guna menanggulangi berbagai problema umat manusia?. Apakah
begitu prinsip yang ditegakkan Al-Qur’an guna melakukan pembaruan umat
manusia?”.
PENGARUH BARAT.
Barat
yang notabene non muslim dan tidak berpijak pada Al Islam telah memberikan
pengaruh pemikiran dan peradaban yang sedemikian besar, termasuk kepada umat
Islam. Hal ini mempersulit perkembangan Islam dan umat Islam itu sendiri,
apalagi dengan fasilitas dan gaya hidup yang membuat umat ini menjadi
terbelenggu. Akibatnya, Ustadz Hasan Al Banna mengkhawatirkan lahirnya generasi
yang menyimpan dualisme di dalam hatinya, dan tragisnya mereka lebih condong
untuk menghantam Islam dan umat Islam. Mereka terus menggiring umat Islam untuk
menganut paham Barat, bahkan mereka tidak segan-segan melakukan intimidasi
kepada umat untuk mencapai tujuan mereka, meskipun mereka sendiri mengaku
muslim.
TUGAS IKHWAN.
Pemikiran dan peradaban Barat
terbukti telah menyeret dunia Islam ke dalam keterbelakangan, malapetaka dan
kesesatan. Karena itu, tugas ikhwan adalah membendung arus peradaban materialis
dan kebudayaan. Di samping itu, Ustadz Hasan Al Banna menyatakan: “Ikhwan harus
berjuang, berusaha mengejar dan menyerang peradaban Barat. Kita harus berjuang
hingga seluruh penduduk bumi mendengungkan suara Nabi Muhammad Saw dan seluruh
dunia mengamalkan ajaran Al-Qur’an”.
Dibawah panji-panji Al-Qur’an (tahta
royatil Qur’an), ustadz Hasan Al Banna mengemukakan beberapa contoh
persoalan yang dirujuk pada Al-Qur’an, misalnya;
Pertama, dalam mengatur politik dalam negeri didasari pada
firman Allah QS 5:49 yang artinya: Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di
antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti
hawa nafsu mereka. Dan berhati, hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka
tidak memalingkan kamu dari sebagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu
(QS 5:49).
Kedua, dalam
mengatur politik luar negeri, Al-Qur’an juga mengaturnya dalam QS 2:143 yang
artinya: Dan demikian pula Kami telah menjadikan kamu umat yang adil dan
pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul
(Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu …(QS 2:143).
Ketiga,
dalam menentukan undang-undang negara, Allah berfirman dalam QS 4:65 yang
artinya: Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga
mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan,
kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap
putusan yang kamu berikan dan mereka menerima dengan sepenuhnya (QS 4:65).
Keempat, dalam mengatur pertahanan militer, Allah berfirman
dalam QS 9:41 yang artinya: Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa
ringan ataupun berat, dan berjihadlah dengan harta dan dirimu di jalan Allah.
Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu jika kamu mengetahui (QS 9:41)
Kelima, dalam mengatur sistem ekonomi negara Islam,
Al-Qur’an menggariskan dalam QS 4:5 yang artinya: Dan janganlah kamu
serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada
dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan (QS 4:5).
Keenam, dalam
masalah pendidikan dan kebudayaan, Al-Qur’an mendorong penghapusan kebodohan
dan kegelapan dengan diturunkannya firman Allah dalam QS Al Alaq ayat 1 yang
artinya: Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan (QS 96:1).
Ketujuh, pengaturan rumah tangga digariskan dengan firman
Allah dalam QS 66:6 yang artinya: Hai orang-orang yang beriman, jagalah
dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan
batu (QS 66:6).
Kedelapan, dalam mengatur individu, orientasinya adalah menjaga
kebersihan jiwa dengan keimanan kepada Allah Swt, sebagaimana difirmankan dalam
QS 87:14 yang artinya: Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan
diri (QS 87:14).
Kesembilan, upaya mengayomi kehidupan masyarakat dan bangsa
ditegaskan oleh Allah Swt dalam firman-Nya QS 28:7 yang artinya: Dan carilah
pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat,
dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) dunia dan berbuat
baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan
janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi, sesungguhnya Allah tidak suka
kepada orang yang berbuat kerusakan (QS 28:77).
Dari penjelasan
umum di atas, kita bisa simpulkan bahwa sekurang-kurangnya, ada tiga keuntungan
yang akan diperoleh manusia bila hidup di bawah panji Al-Qur’an, yakni
terbimbing, mampu mengatasi persoalan dan bersih dari noda dan dosa. Dengan
kata lain, manakala kehidupan ini telah kita jalani di bawah panji Al-Qur’an,
akan terwujud kehidupan yang hasanah di dunia dan hasanah di
akhirat.
TATHA ROYATIL QUR’AN (2)
Setelah menyadari
betapa masyarakat kita yang mengaku muslim belum mewujudkan kehidupan ini
sebagaimana yang digariskan oleh Al-Qur’an maka jalan yang harus kita tempuh
adalah berjuang secara sungguh-sungguh dengan kerjasama yang baik untuk
mengembalikan umat kepada Islam dan agar kita kembali hidup di bawah
panji-panji Al-Qur’an.
SENJATA IKHWAN.
Dalam perjuangan
menegakkan panji-panji Al-Qur’an, Ikhwanul Muslimin menyadari bahwa perjuangan
memerlukan persenjataan yang menopang kesuksesannya. Namun persenjataan yang
dimaksud bukan persenjataan militer seperti pada umumnya dilakukan manusia
dalam berjuang. Persenjataan yang digunakan ikhwan adalah:
Pertama, keyakinan terhadap misi perjuangan yang akan
membuahkan hasil. Keyakinan ini membuat ikhwan tidak akan gentar meskipun
pengikut hanya sedikit, dana minim dan tantangan sangat berat, karena ini pula
persenjataan yang digunakan oleh Rasulullah SAW.
Kedua,
keimanan kokoh yang membuatnya begitu dekat kepada Allah SWT, kedekatan kepada
Allah inilah justeru yang menjadi kunci kemenangan, karena Allah SWT pasti akan
memberikan pertolongan. Penegasan ini terdapat dalam firman-Nya yang artinya: Jika
Allah menolong kamu, maka tidak ada orang yang dapat mengalahkanmu (QS 3:160).
Ketiga,
Al-Qur’an yang diamalkan dalam sikap dan prilaku merupakan senjata yang ampuh
untuk meraih keberhasilan perjuangan, Allah berfirman yang artinya: Sesungguhnya
telah datang kepadamu cahaya dari Allah dan kitab yang menerangkan. Dengan
kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keridhaan-Nya ke jalan
keselamatan (QS 5:15-16).
Keempat,
senjata perjuangan ikhwan adalah ukhuwah Islamiyah yang kokoh, karena
dengan kekokohan ukhuwah itulah akan tersimpan dan terpancar kekuatan
yang akan menakutkan musuh-musuh Islam. Allah SWT berfirman dalam QS 49:10 yang
artinya: Sesungguhnya mu’min itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara
kedua saudaramu dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat (QS
49:10).
Kelima,
keyakinan akan pahala yang besar dari Allah SWT sehingga dalam kondisi sesulit
apapun, perjuangan menegakkan nilai-nilai Islam akan terus dilakukan hingga
mencapai keberhasilan yang dipertahankan sampai datangnya hari kiamat, Allah
berfirman yang artinya: Tidaklah sepatutnya bagi penduduk Madinah dan
orang-orang Badwi yang berdiam di sekitar mereka, tidak turut menyertai
Rasulullah (pergi berperang) dan tidak patut (pula) bagi mereka lebih mencintai
diri mereka daripada mencintai diri Rasul. Yang demikian itu ialah karena
mereka tidak ditimpa kehausan, kepayahan dan kelaparan pada jalan Allah, dan
tidak (pula) menginjak suatu tempat yang membangkitkan amarah orang-orang kafir
dan tidak menimpakan bencana kepada musuh, melainkan dituliskanlah bagi mereka
yang demikian itu sebagai suatu amal shaleh. Sesungguhnya Allah tidak
menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik (QS 9:120).
Dari keterangan di
atas, menjadi jelas bagi kita bahwa iman merupakan senjata utama bagi ikhwan
dalam mengemban amanah perjuangan menegakkan panji-panji Al-Qur’an. Senjata
iman inilah yang jauh lebih canggih dari senjata-senjata lainnya yang bersifat
fisik. Iman inilah yang menumbuhkan kecintaan pada jalan perjuangan, kemauan
berkorban dengan harta dan jiwa serta semangat jihad yang tiada terkira.
ANTARA IDEALITA
DENGAN REALITA.
Senjata iman dan
jihad yang tergambar di atas dianggap oleh musuh-musuh Islam sebagai sesuatu yang
tidak realistis. Mereka menganggap bahwa kita tidak akan mampu mengalahkan
mereka yang terkordinir rapi dengan persenjataan yang canggih. Memang cukup
beralasan apa yang mereka katakan itu, tapi pada hakikatnya mereka justeru
telah kehilangan rasa percaya diri disebabkan tidak ada kepercayaan kepada
Allah SWT. Bagi kita hal ini merupakan suatu keadaan yang biasa dan bias
terjadi, apalagi bila hal ini disandarkan pada firman Allah SWT yang artinya: Janganlah
kamu berhati lemah dalam mengejar mereka (musuhmu). Jika kamu menderita
kesakitan, maka sesungguhnya merekapun menderita kesakitan (pula), sebagaimana
kamu menderitanya, sedang kamu mengharap dari Allah apa yang tidak mereka
harapkan. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana (QS 4:104).
Sejarah
menunjukkan bahwa dengan senjata iman itulah, kaum muslimin meraih keberhasilan
demi keberhasilan, baik dalam bentuk menaklukkan musuh-musuh yang memerangi
kaum muslimin maupun dengan tersebarnya Islam ke berbagai belahan dunia yang
jauh. Tanpa kekuatan iman, tidak mungkin semua itu bisa diraih.
PEMERINTAHAN ISLAM
Salah satu yang
sangat kita inginkan adalah adanya pemerintahan Islam yang konsekuen terhadap
Islam, menghayati perbendaharaan khazanah Islam, mengerti keagungan Islam dan
yakin bahwa Islam merupakan sistem yang mampu memecahkan problema masyarakat
untuk selanjutnya menunjuki manusia ke jalan yang benar. Bila pemerintahan
seperti itu ada di negeri kita, maka ikhwan akan memberikan dukungan penuh
kepadanya guna melakukan perundingan bagi dukungan da’wah.
Apabila upaya
da’wah dilakukan secara tertib dengan dukungan pemerintahan Islam, maka negara
kita akan sangat berpengaruh terhadap negara lain, baik dibidang sosial politik
maupun kerohanian/religi. Karena itu, sungguh mengherankan bahwa isme-isme
dan ideologi lain begitu bangganya menunjukkan perjuangan mereka dengan
memusatkan seluruh potensi, mental, pikiran, karya tulis, kekayaan dan
penerbitan serta segala potensi yang mereka miliki, tapi ironisnya tidak ada
pemerintahan Islam yang melakukan misi da’wah kepada negara-negara non muslim,
padahal kita sadar bahwa Islam jauh lebih agung dibanding isme-isme
mereka.
Namun kita juga
harus menyadari bahwa tidak mungkin kita terlalu berharap pada pemerintah dan
penguasa kita, karena mereka adalah orang-orang yang dibesarkan dalam
cengkeraman asing, meyakini pemikiran mereka dan mengikuti jejak mereka, bahkan
berlomba berprestasi sesuai dengan ajaran mereka. Karena itu, harus kita ingat
bahwa bila seseorang telah kehilangan citra Islamnya, baik dalam urusan
pribadi, keluarga maupun masyarakat, mustahil dia akan melakukan da’wah kepada
orang lain, karena ia telah kehilangan sesuatu yang tidak mampu ia dapatkan
kembali. Di sinilah pentingnya bagi kita, khususnya para pemuda untuk memikul
tanggung jawab da’wah, karena memang kita tidak bisa terlalu berharap dari para
penguasa untuk mau memikulnya.
CIRI IKHWAN.
Sebagai jamaah
da’wah, Ustadz Hasan Al Banna menyebutkan cirri/karakteristik Ikhwan dengan
menyatakan: “Organisasi kita ini bukanlah partai politik, walaupun masalah
politik adalah sebagian dari pokok-pokok pikiran kita. Kita bukanlah organisasi
sosial dan pembaruan, walaupun masalah sosial dan pembaruan merupakan sasaran
kita. Organisasi kita ini bukanlah klub olah raga walaupun olah raga dan olah
rohani merupakan salah satu aktivitas kita. Dan lembaga kita ini bukanlah salah
satu di antara lembaga pemerintah, sebab semua itu telah diadakan untuk
kepentingan-kepentingan tertentu sesuai dengan rencana mereka yang sangat
terbatas dengan waktu. Dan ada kalanya, terwujudnya lembaga-lembaga hanya
karena keinginan-keinginan insidental tanpa perencanaan yang matang. Tetapi
lembaga kita ini lain. Lembaga kita ini berasaskan aqidah dan pemikiran yang
diatur melalui sistem dan program yang matang. Dan lembaga ini tidak mengenal
batas waktu dan tempat secara geografis, serta tidak terikat oleh pemikiran
kebangsaan. Begitu pula lembaga ini tidak pernah mengenal batas waktu
berhentinya, hingga Allah menentukan akhir dari segalanya. Itulah tata aturan
Allah dan program Rasulullah yang terpercaya”.
Dengan
kalimat-kalimat yang singkat tapi padat, Ustadz Hasan Al Banna menegaskan bahwa
ikhwan adalah penerus perjuangan para sahabat yang telah menjunjung tinggi
panji Islam. Suatu jalan yang panjang guna terjaga dan terlestarikannya
nilai-nilai Al-Qur’an.
0 komentar:
Posting Komentar